Ingin Bahagia, Tapi…

Sep 19, 2021 | Essai

Visits: 0

“Saya ingin bahagia, tapi…”, bicara sendiri dalam hati. Itu mungkin sering kali terjadi pada kita. Hingga banyak melahirkan pertanyan-pertanyaan.

Apa itu bahagia? Apakah bahagia ada batasnya? Kadang pertanyaan itu hadir di kepala. Apalagi saat keadaan susah dan banyak masalah. Banyak yang menasehati, agar selalu bersyukur dan ingat pada Sang Pencipta. Kadang semua nasehat itu hanya seperti angin lalu. Walaupun saran dan nasehat itu benar, tapi karena mereka kurang kita percayai, hingga sering menyanggahnya dalam hati, “Kalian hanya bisa bicara, karena tidak pernah merasakannya.”

Hari-hari berlalu dengan hal-hal baru, tanpa disadari masalah pun ikut berganti. Dan keinginan, pertanyaan, nasehat dan sanggahan itu kembali terulang.

Padahal kalau dipikir-pikir, kesusahan dan masalah yang terdahulu dapat dilalui. Hingga bisa hidup sampai detik ini. Kalau begitu, apakah ada yang salah dalam menyikapi?

Manusia punya pedoman, harusnya bisa jadi patokan untuk menyelesaikan kemelut yang datang tanpa undangan. Sebagai makhluk sosial dan punya otak untuk berfikir, harusnya kita “baraja ka nan manang, mancontoh ka nan sudah” (belajar kepada yang menang, mencontoh kepada yang sudah (lampau). Dengan memahami pepatah di atas, harusnya pola fikir kita akan lebih maju dan bisa menyikapi permasalahan yang dialami. Kalau kurang paham juga, cobalah bercerita dengan mereka yang anda percayai dan bisa memberikan contoh, hingga anda dapat menerima masukan dan solusi yang benar.

Kembali pada penjelasan awal tadi, sebagai makhluk sebaik-baiknya tempat mengadu memang pada Sang Pencipta. Tapi karena Setan yang lebih berkuasa pada diri kita, membuat kita selalu tergoda dan menampik kebenaran. Bagaimana caranya bisa melawan Setan tersebut? Sedangkan dia lebih hebat daripada kita. Dan Setan juga tidak takut kepada orang beribadah. Oleh sebab itu berlindunglah pada Sang Pencipta, karena Dia adalah sebaik-baiknya pelindung. Dan yang perlu dipahami, Setan juga mempunya sifat pengecut, Setan menginginkan banyak teman dalam kesesatannya. Nah, karena itu mari kita sama-sama selalu mendekatkan diri pada Sang Pencipta dan jangan biarkan Setan menguasai diri kita serta menjadikan kita sebagai temannya. Jangan berikan kepuasan pada si Setan, agar dia stress. Jangan kita yang stress.

Mungkin dengan begitu kita bisa menikmati hidup ini dengan santai, senang dan selalu tersenyum. Senyum adalah ibadah yang diganjar pahala. Masalah pun tidak akan terasa sebagai beban yang membuat gundah gulana. Dan bahagia pun akan selalu menemani kemana saja.

Apakah kita siap untuk mencoba!?

Bungo, 18 September 2021

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This