Aku catat apa yang M katakan. “Merah adalah masa lalu, kuning adalah masa kini dan biru adalah masa depan”.
Tadi malam, M tugaskan, kucoba untuk menuliskan. Apa yang kulihat, apa yang kucium, apa yang kudengar dan apa yang kuraba. Imajinasiku tentang merah, kuning dan biru, bukan tentang warna, tapi apa yang kurasa. Pastinya tak sama, kita boleh berbeda. M selalu katakan, BEBAS!!! Tidak ada masalah, menulis tidak pernah salah. Akhirnya, kutulis saja.
M, benar katamu, yang kulihat tentang merah, merah itu masa lalu. Merah sering terkoyak, sering diinjak dan merah sering dipinggirkan. Tapi M, merah itu berani, merah itu penuh ambisi. Merah itu hangat, merah itu merakyat, terasa dekat. Merah itu yang kulihat dulu.
Tapi M, merah itu bukan hanya masa lalu, menurutku, merah juga masa kini. Yang kulihat, merah tetap berani. Bahkan M, merah tumbuh sangat kuat, merah itu berenergi. Meski kudengar dan kulihat, merah dibayangi kekecewaan, merah tetap tetap berdiri tegak, kokoh tersebar, tulisannya penuh percaya diri, suaranya semakin lantang. Kucium ambisi. Kuraba, merah semakin memanas, semakin mendidih, semakin bergejolak. Merah sedang beraksi. Merah kini.
Maaf M, tentang kuning, kita pun tak sama, bagiku kuning itu bukan (hanya) masa kini tapi justru masa lalu. Kuning itu selalu bahagia. Kucoba cari, kuning itu extrovert. Kuning yang ramah dan kuning pandai mengambil posisi. Yang kulihat, kuning tetap bersemangat dan kuning itu ceria. Tak heran, kuning pun ada dimana-mana. Kucium ambisi yang sama. Kuning semakin optimis, kuning pun caper.
M, kusebut kuning juga masa lalu, kuning selalu bahagia. Kuning (sangat) mendominasi. Pensil warna dan crayon pun saat itu kuning semua. Entah sungkan, entah takut, entah apa, yang pasti hanya kuning. Warna lain tak terlihat, tak ada yang berani mendekat. Kuning juara.
M, tentang biru, ada rasa ragu. Masih kucari tahu. Tak mudah imajinasiku tentang biru. Namun yang pasti, pendapatku berbeda tentang biru. Bagiku, biru itu bukan masa depan. Biru juga masa lalu. Meskipun tidak sejak dulu. Yang kulihat tentang biru di masa lalu, biru itu kuat, biru itu sosok yang kuat. Semua orang bilang biru itu melankolis, bagiku, biru itu tenang, penuh percaya diri. Biru itu profesional, biru senantiasa menumbuhkan kepercayaan. Biru itu pandai berkomunikasi. Biru banyak menumbuhkan harapan. Tak banyak api bersama biru. Tapi itu dulu. Ada rindu bertemu biru.
M, aku ragu benarkah biru itu masa depan? Biru kini, bukan biru yang dulu. Meski biru tetaplah biru. Biru kini tumbuh bak “energi terbarukan”. Kulihat biru memang berbeda. Biru itu sedang berekspresi. Kubaca ekspresi artistic. Itu yang kulihat tentang biru. Jujur, kusuka biru. Biru itu aku. Tetap kuragu dengan biru. Pernah ku sapa biru. Bukan biru yang sama. Tak terdengar biru. Meski biru, temanku dulu.
Hari kesembilanku, bersama Mariska Lubis, kubelajar menulis
Cimahi, 19 Agustus 2021
0 Comments