Guruku Idolaku

Aug 26, 2021 | Essai

Saat masih berada di bangku SMP, saya memiliki guru favorit. Beliau adalah salah seorang putra pendiri pondok modern Gontor. Namanya bapak Imam Budiono Sahal. Akidah Akhlak adalah mata pelajaran yang beliau ajarkan di kelas saya. Jadi otomatis itu adalah pelajaran paling saya suka.

Saya sangat menyukai cara beliau menerangkan pelajaran setiap babnya di kelas. Asyik. Maklum, mungkin karena putra seorang pimpinan pondok, pasti beliau fasih sekali dengan ayat-ayat Alquran. Beliau menjelaskan materi dengan sejelas-jelasnya dan selalu memberi kita kesempatan untuk bertanya. Satu hal yang saya suka beliau tidak membeda-bedakan siswa satu dengan lainnya. Sayang sekali beliau sudah dipanggil Yang Maha Kuasa beberapa tahun silam sebelum corona datang.

Kira-kira begitulah gambaran guru idola di zaman saya dulu. Ganteng, baik hati, sabar, tidak suka marah-marah di kelas adalah sederet syarat menjadi guru idola. Kira-kira apakah kriteria penilaian itu berubah saat ini atau ada tambahan lain? Ternyata ada tambahan lain yaitu tidak memberi banyak tugas dan tidak pelit memberi nilai. Itu adalah jawaban jujur dari siswi-siswi saya saat suatu hari tanpa sengaja saya bertanya saja secara spontan pada mereka di saat saya mengajar di kelas tersebut. Mereka juga senang jika sesekali guru memberi jam kosong pada siswanya untuk sekedar puas menikmati wifi sekolah seharian. Duh, repot ya jadi guru. Jika terlalu rajin, guru salah. Terlalu malas ke kelas juga salah.

Kebetulan saya mengajar di SMK yang 80% muridnya putri. Jadi harap dimaklumi kalau saya pun tidak masuk dalam kriteria idola menurut mereka karena saya tidak “ganteng”. Yang penting mereka nyaman saat saya ajar dan tidak sungkan bertanya saja itu sudah lebih dari cukup. Jangan sampai saya jadi sosok menakutkan di mana suasana kelas sangat tegang mencekam bak pelajaran matematika.

Seorang guru idola akan diingat oleh murid-murid sepanjang hidupnya. Guru idola bisa hadir saat kita mengenyam pendidikan sejak di sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Sosok itu bisa datang di setiap levelnya atau dalam beberapa level sekaligus. Misalnya saya yang tidak terlalu mengingat siapa guru idolanya saya di Sekolah Dasar. Tetapi saya ingat guru favorit saya di SMP dan SMA serta dosen saya di perguruan tinggi.

Mereka secara jelas memberi pengaruh besar pada kesuksesan kita saat ini. Dengan kehadiran mereka kita selalu bersemangat menggapai cita-cita sehingga akhirnya bisa terwujud. Tidak disangka ternyata profesi saya sekarang juga seperti mereka. Qadarullah. Mungkin sudah kehendak Alloh begitu.

Sejatinya guru dalam pemahaman yang lebih luas akan hadir sampai kita mati. Guru adalah sosok yang menjadi panutan kita dalam hidup ini. Seseorang yang kita jadikan referensi dalam banyak hal. Misalnya guru dalam hal keagamaan. Guru dalam bisnis. Guru dalam pekerjaan dan sebagainya. Kita bebas berkonsultasi dan bertanya segala masalah dengan mereka. Memilih guru yang kita sukai tentu hak prerogatif kita. Masing-masing orang punya sudut pandang yang berbeda. Siapapun guru idola Anda, Anda adalah guru buat Anda sendiri.

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This