Generasi, perubahan masa demi masa yang diikuti, dengan era manusianya dan segala peradaban menyertainya. Dari setiap kala silih berganti tentunya mengalami perkembangan menyangkut berbagai aspek kehidupan dan penghidupan, terutama pada sisi manusia oleh karena manusialah yang menentukan perubahan setiap jamannya, dengan berorientasi bagaimana perkembangan ke depannya.
Kita tahu bersama sebagaimana tolak ukur diri kita sendiri, bagaimana cara, metode seorang guru sangat peduli di kala saat tingkat Sekolah Dasar (SD) , dengan anak didiknya. Salah satu contoh, yang dilakukan oleh seorang guru, seperti halnya, menjewer telinga, mengangkat satu kaki dan tangan dilengkungkan diatas kepala dengan memegang telinga, dipersiapkan stik kecil dari penjalin yang diletakkan diatas meja guru, walaupun tidak pernah digunakan, dan juga sebagai alat pengajar.
Metode penerapan dimaksud, bukan merupakan memberi ketakutan terhadap anak didik, tetapi bagaimana membentuk sifat perilaku, tingkah laku dan mengubah, mengisi pelan kekuatan mental anak didik secara bertahap. Tidak cukup dengan kata-kata dalam mengingatkan, mengarahkan, mendidik dan membimbingnya, oleh karena seorang guru pada saat itu dan jamannya, yang dilakukan merupakan wujud kasih sayang, tingkat kepedulian terhadap anak didik dengan tujuan adanya perubahan secara stimulus.
Dan pada kenyataannya!, Pada saat itu tidak terdapat anak didik yang membandel, nakal dan berani membantah dan melawan gurunya. Dan saat itu tidak ada, anak emas, anak perak semuanya sama, jika ada anak didik diberikan pekerjaan rumah, tidak dikerjakan maka diperintahkan ke depan dengan mengangkat kaki kiri atau kanan, dan tangan memegang telinga yang dilengkungkan diatas kepala. Jika murid ramai di dalam kelas, diingatkan dan masih ramai maka dijewer telingannya. Dan kala itu tidak merasa kalau dijewer, ya, hanya tertawa saja, namanya murid, dianggap ibunya saja.
Dan terdapat metode lainnya, jikalau hendak habis masa jam pembelajaran, persiapan pulang!, Maka guru memberikan pertanyaan!, jika bisa menjawab dipersilahkan pulang mendahului, jika dianggap cukup oleh guru, ya, dipersilahkan pulang semua, akhirnya bersorak semua. “Lucu rasanya”, jika diingat masa kini.
Keadaan saat itu di masa sekolah tingkat Sekolah Dasar, dari kelas satu sampai kelas enam, gurunya “Ya”, itu-itu saja, sehingga memahami, mengerti muridnya, dan selalu melekat dan ingat pada guru yang mendidiknya. Memang saat itu sebagai pengajar sangat sedikit, sehingga guru saat itu, bukan hanya satu mata pelajaran juga mengajar mata lelajaran laiinnya.
Di saat masa awal terdahulu, mengasuh, membimbing, mengarahkan bagaikan anaknya sendiri, sehingga kepedulian sangat tampak yang dilakukan terhadap muridnya, sebagai generasi penerus. Paling tidak guru saat itu sebagai pengganti orang tua, dan saat dirumah orang tua juga sebagai guru pada anaknya, sehingga terjadi kesinambungan proses pembelajara dohiriyah dan batiniah.
Di kala saat itu pembelajaran yang dilakukan, dikenalkan dari materi tulisan halus, tulisan latin, sejarah kerajaan, bahasa jawa, tata krama dan lain-lain, dan dikumandangkan lagu-lagu kebangsaan, tentunya didasarkan pengenalan pada jaman sebelumnya dan jaman berjalan, sehingga secara tidak langsung mengetahui asal muasalnya sehingga menjadi tahu dan doktrin cinta negeri.
Keadaan terus mengalir hingga tingkatan diatasnya, oleh karena proses pembentukan mengalir dengan proses yang sama, dan pendidik memiliki kepedulian bagaimana muridnya berhasil. Dikala muridnya berhasil tentunya pendidik merasa bangga dan bahagia itu yang menjadi harapan saat itu.
Dengan masa berkelanjutan pada proses pembentukan, mengalir setiap waktu dan masa, dan kembali pada diri sendiri hendak kemana arah yang dilakukan. Dengan mengenang, melihat dengan jernih bagaimana perjuangan masa lalu sebagaimana pada jaman masa yang cukup jauh, sebagaimana saat itu dikenalkan Nusantara.
Dan tinjauan pada masa lalu, peristiwa yang melatarbelakangi hari Sumpah Pemuda adalah adanya pertemuan dari para pemuda dari berbagai daerah di Indonesia untuk merumuskan ikrar sumpah pemuda. Ikrar tersebut dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928.
Sejak pembacaan ikrar, pemuda Indonesia bersumpah untuk menyatukan kekuatan dan semangat sebagai pemuda Indonesia serta meneruskan cita-cita bangsa.
Mengutip dari laman Kemdikbud, gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI).
PPPI adalah organisasi pemuda yang memiliki anggota pelajar dari seluruh indonesia.
Kemudian PPPI berinisiatif melaksanakan kongres pemuda di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Sejarah Sumpah Pemuda diantaranya Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, dan Pemuda Kaum Betawi.
Dari setiap masa tentunya menjadikan paramater, tolak ukur bagaimana setiap masa menjadikan semangat pemuda pada masa selanjutnya hingga sampai masa kini, dapat dijadikan kekuatan persatuan dan kesatuan generasi pada setiap wilayah nusantara yang dicintainya.
Tentunya saat ini bagaimana, membentuk nasionalisme generasi penerus mulai dini, sehingga mencintai negerinya yang diperjuangkan dengan tetesan darah dan tidak mengenal menyerah. Untuk itu perlu dibangkitkan kembali kekuatan dasar dan melihat masa yang cukup panjang, bagaimana “Indonesia”, dikala itu.
Hal yang mendasar untuk tidak melunturkan masa per masa bagaimana “Indonesia”, serta menanamkan landasan pondasi dasar bagi generasi penerus, yang dapat dipelajari mulai tingkatan paling dasar, melalui pembelajaran formal, terkait sejarah masa lalu, sebagaimana tersebut diatas. Sehingga memahami sejak dini dan tentunya dapat mencintai negerinya dengan seksama dan mendengarkan kembali dengan penghayatan lagu-lagu kebangsaan setiap saat, yang saat itu selalu dikumandangkan setiap hari, dan menjadikan doktrin semangat pemuda-pemudi masa selanjutnya
Sda, 26 Oktober 2021.
Dalam rangka Memperingati Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928
0 Comments