Menurut rilis UNICEF, Indonesia di tempatkan sebagai negara dengan angka balita gizi buruk yang sangat tinggi, very high. Angkanya pada tahun 2020 adalah 31.8 persen dan meningkat dari tahun sebelumnya yang angkanya sebesar 27,73 persen.

Dari seratus balita yang ada 30 anak yang derita gizi buruk. Menurut standar yang dikeluarkan oleh WHO termasuk kategori tinggi dan kita ada di urutan ke 4 dunia.

Gizi buruk ini dampaknya sangat sistemik. Kita tak hanya akan kehilangan generasi karena kualitas sumber daya manusia menjadi rendah.

Puncak bonus demografi diperkirakan akan dicapai puncaknya tahun 2030. Artinya dari struktur penduduk kita yang 70 persen isinya adalah anak anak muda itu adalah 30 persenya berasal dari generasi gizi buruk saat ini.

Sebab dari gizi buruk yang paling utama adalah akses terhadap pangan, kesehatan serta papan. Sesuatu yang sulit dijangkau karena sebab kemiskinan.

Selama ini pemerintah memang telah berupaya untuk tanggulangi masalah gizi buruk ini. Tapi upaya program yang dilakukan semua hanya bersifat permukaan, project oriented, dan kuratif. Tidak menyasar ke penyebab mendasarnya, kemiskinan struktural.

Gizi buruk ini tak dapat dianggap remeh. Apalagi dalam puncak bonus demografi mendatang kita akan dihadapkan pada tatangan besar. Bagaimana agar anak anak muda itu dapat pekerjaan yang layak, mampu membangun kompetensinya untuk menyambut masa depan mereka yang lebih baik.

Gizi buruk adalah gambaran kegagalan masa depan satu generasi. Dia bisa menjadi bencana bagi masa depan karena kualitas sumber daya manusia kedepan akan memegang peranan terpenting bagi kemajuan bangsa. Pemimpin negara hari ini, dengan membiarkan gizi buruk tetap tinggi bisa diartikan tidak memiliki tanggungjawab untuk masa depan generasi.

Jakarta, 3 November 2021
SUROTO