Oleh : Suroto
Selama ini banyak masyarakat yang tertipu oleh perangai rentenir “berbaju” koperasi. Sebabnya, masyarakat tahunya menjadi anggota koperasi itu seperti hanya menjadi nasabah koperasi. Untuk itulah perlu diganti istilah anggota menjadi pemilik koperasi.
Pengertian yang salah demikian itu menyebabkan banyak koperasi maju dan mundurnya diserahkan pada pengurus koperasi. Anggota koperasi pada akhirnya juga hanya ingin terima layanan tanpa mau tahu perkembangan koperasi.
Banyak anggota koperasi juga yang pada akhirnya tidak siap menerima risiko bisnis dan semuanya hanya menuntut keuntungan yang didapat di koperasi. Kondisi psikologis ini pada akhirnya sering dimanfaatkan oleh pengurus koperasi karena seakan merekalah yang jadi pemilik koperasi sesungguhnya.
Koperasi sering kali dijadikan ajang spekulasi bisnis segelintir pengurus dan atau manajemen koperasi tanpa melibatkan partisipasi anggota.
Anggota koperasi tanggung jawabnya juga jadi rendah. Banyak kita jumpai dalam praktik, mengutang di koperasi namun menyimpan uang di bank. Belanja di mal tapi “ngebon” di koperasi.
Dikarenakan anggota tidak merasa benar-benar sebagai pemilik maka tingkat partisipasi modal di koperasi juga menjadi rendah. Koperasi ketika kekurangan likuiditas juga tidak serta merta menjadi perhatian anggota dan pada akhirnya koperasi terjebak hutang dengan pihak luar yang terlalu besar dibandingkan dengan rentabilitas modal sendiri. Dalam kondisi seperti ini maka koperasi tidak bisa kita harapkan perkembangannya. Koperasi hanya bergerak sebagai subordinat dari perusahaan swasta kapitalis.
Untuk menghilangkan problem mendasar ini maka istilah anggota perlu diganti dengan pemilik. Ini mesti dimasukkan di Rancangan Undang-Undang ( RUU) perkoperasian yang sekarang ini sudah di parlemen. Jadi dengan adanya pengertian ini maka tidak ada lagi istilah calon anggota atau praktik curang koperasi untuk “mencalonkan anggota” bahkan sampai selama-lamanya.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1995 tentang Koperasi Simpan Pinjam yang mengatur mengenai calon anggota juga mesti segera dihapus sebagai konsekuensinya. Koperasi itu dimiliki pemiliknya. Jadi kata pemilik ini juga memiliki konsekuensi strategis. Mereka mesti jelas mengambil manfaat berkoperasi, ikut mengendalikan jalannya koperasi, memodalinya dan juga bertanggungjawab terhadap maju dan mundurnya koperasi.
Istilah pemilik ini juga secara psikologis akan jadikan Pengurus itu bukan sebagai orang istimewa. Mereka itu hanya akan berfungsi sebagai pelayan dari pemilik organisasi perusahaan koperasi. Kami sangat berharap perubahan istilah ini akan dapat mengubah paradigma perkoperasian kita yang sudah tersesat terlalu jauh dan diremehkan oleh banyak pihak.
Jakarta, 29 Maret 2017
Suroto
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis ( AKSES)
0 Comments