Mariska :
Saat itu hatiku semakin gundah. Dia mau datang membawa sejumlah catatan oleh-oleh. Kepalaku pusing setengah mati apalagi dia mengancam, “Laporkan istri!”.
“MATI AKU!”, dalam hatiku. Tak sanggup kubayangkan wajah cantik istriku cemberut karena aku tidak memenuhi semua catatan oleh-oleh dia, temanku itu. Duh biyung!!!
Pssstttt.. ada catatan rahasia… tidak kutulis tapi disampaikan dalam hati… asmara yang tak terungkap dan kusebut “Hey Cantik!” seperti dalam lagu, tentunya Mbah Pemred pakarnya. Tak perlu bicara cukup kedip mata, tahu sama tahu.
Yogya, lautan api asmara… tunggu diriku! Hahaha
Hasan Ridwan:
Yang membuat biyung bukan catatan itu. Tapi utusan pembawa catatan sudah siap menebar gosip. Jauh lebih dahsyat dari tebaran paku-paku liar di ibukota. Bukan hanya ban gembos yang banyak melanda ibukota, tapi kompor bledug di rumah, itu yang minimal tercipta. wkwkwkw…
Pril Huseno:
Padahal sudah kuniatkan dia biar datang sehari keleleran tak tau kemana. Kukerjai dulu sampai dia lapor polisi seperti orang hilang. Tapi rupanya ada yang kasih tahu clue— itu yang bikin sesak napas.
Duh tamu baginda. Sungguh dirimu amat berharga tuk dilewatkan atau dikelerkeun begitu saja. Terlalu berharga untuk jadi catatan kriminal atau bara api di medsos. Atau minimal ada palng pintu kejam begitu aku ganti berkunjung ke Paris van Java. Bukan biyung lagi tapi sudah alamakkk….Cilakooo…
Mariska:
Kubuka-buka profil halaman tentang Yogya, lumayan banyak ternyata. Bukan hanya bapia pathok tapi banyak sekali jajanan khas Yogya dan oleh-oleh yang bisa kumasukkan dalam catatan.
Sebenarnya kasihan juga sama si Mbah, tapi bagaimana lagi? Dia senang kok beliin oleh-oleh dan ngajak jalan-jalan. Daripada nanti kisruh kompor sampai meledak, mendingan sekalian saja dicatat dan diserahkan langsung. Pasti si Mbah senang.
Pril Huseno:
Tiada asap kalau tak ada api. Semuanya berawal dari tiada, sampai akhirnya ada tamu baginda. Ke sana ke sini menerabas batas batas pujangga. Batas lokasi rawan tempat panggung seni para dara di pasar kembang. Ku mau dia tak akan ajak aku berkunjung ke sana. Karena itu batas paling ujung dari penjelajahanku dulu. Tak mau kuinjak, tapi entahlah jika tamu baginda dari negeri Salju ini mau memakai sepatu kaca atau tidak, kalau memasuki wilayah itu. alias tak mau meninggalkan jejak. karena paling tidak dia akan tinggalkan KTP jika lupa membawa USD.
Hasan Ridwan :
Sudah kusiapkan lembaran rencana. Tak secermat pemimpin redaksi, jebolan UII. Hanya sedikit kenakalan anak muda. Di persimpangan nanti, langkahku tidak akan berhenti. Semoga banyak sudut di kota Jogja yang akan menyapa. Semoga catatan itu tak bertepuk sebelah tangan. Hingga akhirnya ku ikuti apa kata Katon: Yogyakarta: Aku Kan Kembali!!!!!!
Anak muda itu, sebut saja Dilsan. Berasal dari Kota yang banyak dikenal dengan sebutan Paris Van Java. Entahlah. Belum ke Paris juga tuh Dilsan! Yang pasti Dilsan budak Bandung pisan. Lahir dan besar di Bandung, dekat Gang Kote, tempat mangkal Roti Bang Ali, jajanan kuliner yang sangat terkenal di kota Bandung pada masa itu. Besok malam Dilsan mau menyapa Jogja. Disebut kota revolusi, bagi Dilsan Jogja itu senyuman. Sambutan penuh kehangatan. Tak kenal keleleran! Dilsan percaya takdir baik. Catatan itu orat oret tentang sebuah harapan. Dilsan selalu berfikir positif, Yogyakarta pasti terbaik!
Oktober 21, 2021
0 Comments