“Menjelang fajar ayam tidak berkokok,
Langit tidak lagi gelap dan merah, Diriku dipenuhi corat coret, Emasnya tinta dan rindu.” #puisimariska
Tidak kuhitung sudah berapa malam diriku dipenuhi segala corat coret, emasnya tinta dan rindu. Bintang di langit barangkali jumlahnya tidak sebanyak itu. Di usia yang juga sudah tidak bisa dihitung sedikit, justru aku baru menemukan di mana hati emas yang paling berkilau.
Jangan ditanya berapa banyak tetes air mata yang sudah terkuras dari mataku karena merindukan dan mendambakannya. Keringat yang mengalir deras selama bertahun-tahun untuk mencarinya dengan kesabaran pun sudah tak mampu kuingat. Hanya keyakinan kuat yang kumiliki, bahwa semua ada masa dan waktunya, segala terbaik dan yang kubutuhkan selalu dipenuhiNya dengan cinta tanpa syarat.
“Berkhayal boleh saja, tapi cuma orang sakit jiwa yang bermimpi menikah dengan seorang dewa!”, kata salah seorang sahabatku sewaktu aku masih duduk di bangku sekolah.
“Kalau bukan dewa, jangan harap bisa membuatku jatuh cinta. Aku tidak mau lelaki biasa. Aku butuh lelaki biasa yang luar biasa, dan dia harus bermahkota kencana, berhati emas, paling berkilau di antara segala yang paling gelap dan paling terang”, jawabku.
“Sinting!”, katanya ketus dengan bibir meruncing.
“Itu baru lelaki, belum mimpiku yang lain! Mau dengar biar semakin sinting?”, godaku kemudian.
“Ogah! Sudah terbayang gilanya! Soal rumput dan pohon emas, sungai bening penuh permata, langit berselendang lembayung, apa lagi?! Stress!!!”, katanya sembari sebenarnya ikut berkhayal.
“Hahaha…”, diriku tergelak.
Ujungnya selalu sama, “Dasar penulis! Otak seniman! Kerjanya berkhayal melulu!”.
Cinta dan rinduku memang ada di setiap coretan dengan segala garis, titik, dan lingkaran. Tidak perlu berwarna-warni, cukup dengan hitam putih maka segala warna menjadi ada. Tergantung bagaimana dan dari sudut mana melihatnya. Frekuensi tidak nampak tetapi ada dan berpengarug besar. Mau ditipu atau menipu bahkan tertipu, urusan masing-masing.
Semua coretan itu kuukir di langit bersama kuning emasnya cahaya, pada para bintang agar selalu ada terang di setiap gelap. Tidak ada yang kubutuhkan selain hati yang suci dan bersih untuk menemani jalanku di setiap titian untuk menggapainya. Percuma segala yang berkilau bila tidak ada hati yang benar-benar bersinar. Di sanalah sesungguhnya emas paling berharga itu.
Soal Dewa kekasihku?! Dia bermahkota kencana dan akan selalu menetap di dalam hati bersama segala cinta, sayang, dan kerinduanku. Dalam ada dan tiada, fiksi dan nyata, emasnya tinta dan rindu, bintang yang paling benderang sudah berkedip manja membisikannya. Corat coret kehidupan sudah digariskan.
Bandung, 17 September 2021
0 Comments