“Aah risih sekali!! Kenapa hanya bisa bertahan dua hari saja. Bah, terlalu singkat!” Seonggok meja kerja ngomel-ngomel.
“Aah sama saja, Bro. Kau lihat aku? Semenit pun tak pernah. Hahaha.. masih mending Kau.”
“Hmmm.. kadang aku suka iri pada kerabat kita, yang di ujung itu. Tak pernah penampilannya seperti kita. Dia selalu bersih, rapi, kacanya licin. Semut pun sungkan mau lewat di atasnya.”
“Iya. Tapi kau kan tahu kawan, pemiliknya tak pernah nampak mengunjunginya. Dia bisa saja bersih, rapi. Tapi buat apa kalau tak pernah dikunjungi. Aku sih ogah. Mending seperti ini. Tumpukan kertas dan buku tidak ada yang presisi. Bahkan dokumen penting bisa jadi campur baur dengan kertas sampah. Tapi aku senang melihatnya. Dia mungkin tidak serajin pemilik meja di ujung. Tapi kinerjanya sungguh luar biasa. Sampai-sampai tak ada waktu untuk sekedar merapikan kita, meja kerjanya.”
“Ha ha… ada benarnya juga kalimatmu itu. Pemilikku juga sama dengan pemilikmu. Kita sering mencuri dengar, kan? Percakapan mereka yang selalu menggebu mendiskusikan banyak hal. Tentang pembelajaran yang berlangsung berat di masa pandemi, tentang malam yang masih harus mereka bagi demi anak negeri yang susah dihubungi, tentang bagaimana mengembangkan potensi ratusan anak, tentang drama setiap pagi yang harus mereka hadapi bersama anak mereka sendiri di rumah. Bah… sungguh mengharukan pengorbanannya.”
“Kalau aku paling trenyuh mendengar perbincangan tentang siswa-siswa yang tidak mampu. Bagaimana perjuangannya agar siswa-siswa dapat bantuan dari pemerintah, mengupayakan kacamata gratis bagi mereka yang penglihatannya ada gangguan, seragam sekolah, dan.. aah kau tahu sendiri kan betapa besar hati pemilikku. Ironisnya masih ada saja orangtua yang protes, tentang ini, tentang itu, tentang anu yang hanya justifikasi untuk kealpaan diri.”
“Yah… aku tahu kawan. Kau benar. Hati pemilikmu sangat mulia. Maka dari itu Kau tak pernah protes jika pemilikmu tak merapikanmu. Begitu, kan?”
“Betul. Aku hanya berharap pemilikku, pemilikmu atau pemilik meja ujung yang juga sama-sama hebat dengan caranya, semuanya sehat. Dilancarkan rejekinya. Dibanyakkan pahalanya. Dirukunkan dengan keluarganya. Disukseskan anak-anaknya. Dikabulkan doa-doanya.”
“Amiin. Aku menyesal tadi sudah menggerutu. Oh iya, Bro.. maukah Kau menjadi desk mateku? Seperti pemilik kita yang pernah berikrar untuk jadi saudara hingga surga”
Malang, 01 Oktober 2021
Aulia Kusumastuti
Sedang membentuk hati di Tinta Emas Negeri
0 Comments