Bunga anggrek bulan kuning merekah beramai-ramai dalam satu tangkai, menemani angrek vanda jingga di sampingnya. Bunga-bunga dan daun-daun yang lain turut tersenyum, menantikan senja yang segera tiba. Ada desah di sana, terasa begitu berat meski tak terucap.
Kutanya pada angin yang tiba-tiba menderu kencang, “Ada apakah gerangan, duhai ciptaan terindah penghias alam?!”.
Angin tidak menjawab, hanya daun-daun melambai dan mengangguk memberi tanda ada rindu yang disampaikan
“Rindu apa? Pada siapa?”, tanyaku kemudian.
Hening tanpa ada suara tanpa ada gerakan.
Seekor burung hitam berkepala merah melintas dan sekilas menatapku. Dia lalu bertengger di pucuk pohon cemara dan berkicau. “Bukankah kita memiliki kerinduan yang sama? Kita rindu kedamaian dan ketenangan. Bumi sudah penuh sesak terisi makian, hujatan, kemarahan, dan kebencian”, kicaunya.
Aku merunduk malu. Terlintas segala kehancuran dan kerusakan yang sudah dibuat manusia. Bukan hanya kerusakan yang nampak oleh kasat mata, tetapi terlebih lagi oleh jiwa-jiwa yang penuh dengki dendam, keangkuhan, kesombongan, dusta, kemunafikan, kerakusan dan ketamakan. Hancur!
“Apa yang kalian inginkan dariku, duhai yang kucintai?!”, tanyaku pada semua.
Angin kali ini menjawab dengan lembut, “Kami hanya ingin dibelai olehmu dengan penuh cinta dan kasih sayang.”
“Kalian lebih lembut dariku, bagaimana aku mampu untuk membelai dengan lebih lembut?!”, tanyaku.
“Tatapan mata lembutmu, suara hatimu dengan lantunan nada-nada manis, dengan segala senyummu, sudah lebih dari cukup,” jawab angin mesra.
“Aku mendengar setiap desah kalian dengan rasaku, walau telingaku tak mendengarnya. Ternyata kalian pun merasakan hal yang sama atas desahku. Di usiaku yang menjelang senja, tahukah kalian apa yang ingin kuberikan untuk semua?!”, kataku pada mereka.
“Katakanlah kepada kami, wahai perempuan bersayap kupu-kupu!”, rayu mereka.
“Ilmu yang diberikan Allah melalui aku. Bukan milikku, tapi milikNya. Percuma aku diberikan semua ini bila tidak dijadikan guna dan manfaat, dan bila tidak diteruskan. Aku ingin memberikan semua yang terbaik, agar kelak semua inu menjadi bukti ketika aku bersaksi kelak di hadapanNya. Bahwa benarlah Dia satu-satunya Tuhanku,” jawabku tanpa suara.
“Berikan pada kami, pada yang berkenan. Tidak usah gelisah dan resah atas mereka yang merugi. Hanya dengan ilmu, ketenangan dan kedamaian itu bisa tercapai. Biarlah kami bantu sebarkan dan luaskan ke seantero bumi, semoga Allah merestui dan meridhai”, kali ini bunga anggrek yang menjawab.
“Aamiin”, jawabku.
Jauh mataku memandang langit menjelang senja. Aku tidak lagi mau berharap, aku tidak sudi kecewa. Harapanku hanya pada Allah. Desah menjelang senja semoga diterima menjadi doa dan dikabulkanNya.
7 Oktober 2021
0 Comments