Daya Hidup

Oct 6, 2021 | Opini

Perbincangan terkait daya hidup, agaknya menarik untuk dikaji. Terutama setelah pandemi maut covid 19 yang telah memasuki tahun kedua penyebarannya di muka bumi, serta merenggut hidup 5 juta orang dan 219 juta lainnya terpapar. Daya hidup, dapat diartikan sebagai spirit atau daya dorong dalam mempertahankan kehidupan. Wikipedia menyebutkan daya hidup tak lain adalah kemampuan untuk hidup, terus tumbuh dan berkembang.

Terkait daya hidup, umat manusia sepanjang sejarahnya telah mampu melewati berbagai krisis di muka bumi. Tercatat belasan kali pandemi pernah memusnahkan ratusan juta orang di seluruh dunia. Sebagai contoh, pada abad ke 14 (1346 dan 1353) wabah black death (pes) merenggut 35 juta jiwa manusia di tiga benua Asia, Afrika dan Eropa. Lalu pada 1918 dan 1920, wabah flu spanyol juga menyebabkan sekira 50 – 100 juta manusia meninggal. Itu baru hitungan penyakit mematikan sebagai ujian pada umat manusia. Dua kali Perang Dunia 1 dan 2 meminta hampir 100 juta korban jiwa manusia. Belum lagi perang-perang lokal akibat invasi negara ke Negara lain seperti kasus Perang Irak-Iran, Perang Teluk, Perang Vietnam, Perang Korea dan lain-lain. Semuanya berakibat luluh lantaknya peradaban dan kehidupan umat manusia.

Tidak hanya ujian perang dan penyakit, ujian bencana alam juga seolah tidak henti meminta korban umat manusia. Yang terbesar adalah musibah tsunami Aceh pada 2004 yang menelan korban jiwa 250 ribu orang di Aceh dan Kawasan terdampak tsunami di Asia Selatan (India, Srilanka), Asia Tenggara, bahkan sampai ke pantai timur Madagaskar di Kawasan Afrika.

Namun, segala ujian umat manusia tersebut telah mampu dilewati dengan baik berkat adanya daya hidup terus menerus yang dimiliki umat manusia. Dengan dorongan atau spirit dari kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan, terus tumbuh dan berkembang, manusia secara tabah dan sabar terus berupaya menemukan berbagai metode untuk memerangi penyakit menular. Laboratorium pengujian obat anti virus dan bakteri terus tumbuh di seantero bumi, yang meneliti, menemukan dan kemudian merekomendasikan kepada industri farmasi untuk memproduksi obat anti wabah. Meski pandemi terakhir telah mengakibatkan terhentinya nyaris semua aktivitas perekonomian dan kehidupan masyarakat dunia pada 2020, namun secara perlahan obat antivirus covid 19 terus menerus diteliti dan diujikan guna menemukan penangkal penyakit.

Daya hidup umat manusialah yang menyebabkan kehidupan masyarakat tetap bisa beraktivitas seperti biasa kembali. Paska dua kali perang dunia, umat manusia kembali belajar tentang perlunya tata dunia baru. Konferensi internasional dilakukan untuk pemetaan global terhadap perbedaan kualitas hidup, gizi anak dan perempuan, pendidikan, kemiskinan dan kerentanan penyakit oleh badan dunia baru yang dibentuk (Liga Bangsa-bangsa dan PBB), dapat ditelusuri dengan pembagian dunia pertama (industri maju), dunia kedua dan dunia ketiga untuk negara-negara miskin. Peta negara-negara industri dan negara maju kebetulan terletak di belahan bumi utara dan negara ketiga kebanyakan terletak di belahan bumi selatan. Meskipun kini pengelompokan berdasarkan letak geografis satu negara tidak lagi relevan setelah kemajuan peradaban, perekonomian, pendidikan dan kualitas hidup dialami oleh negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, China, Singapura, Malaysia dan Thailand. Kemudian juga perbincangan menyangkut tata dunia baru yang berkeadilan terus menjadi diskursus berbagai bangsa, guna menemukan titik keseimbangan baru agar daya hidup umat manusia terus terjaga. Terlebih setelah kehancuran segala sektor akibat pandemi covid19.

Karena itu, ihwal daya hidup menjadi titik krusial bagi maju mundurnya sebuah peradaban. Hal itu yang dialami oleh Jepang paska kehancuran akibat Perang Dunia II, Korea Selatan dan China paska kemiskinan sehabis perang, dan negara-negara maju di Asia Tenggara. Satu hal yang unik, daya hidup bagi bangsa-bangsa timur jauh (ras Jepang, Korea, China, Taiwan) disebutkan lebih diilhami oleh hal hal spiritual dari ajaran Konfusius tentang nilai-nilai kehidupan, kerja (teramat) keras, kejujuran, kasih sayang dan martabat manusia yang menjadi landasan pokok dari cara pandang kehidupan rumpun bangsa-bangsa kuning. Menyimak hal tersebut, jelaslah bahwa faktor spiritual, keyakinan ajaran-ajaran agama dan spirit religiusitas budaya lokal seperti ajaran Konfusianism, ikut menjadi daya dorong utama dalam menjaga kelangsungan dan terus tumbuh kembangnya kehidupan satu bangsa atau kaum. Tak heran pula, dunia kini kembali menyimak arah spiritualisme baru terutama terkait etos kerja dan kemanusiaan.

Dorongan daya hidup untuk mempertahankan kehidupan dan kegelisahan dari sisi keilmuan, secara individu dan kelompok diyakini menjadi sebab dari bertahan lamanya beberapa tokoh. Salah satu kasus adalah Stephen Hawking, superilmuwan ahli fisika teoritis, kosmolog, penulis dan Direktur Centre for Theoretical Cosmology Cambridge University (https://id.wikipedia.org/wiki/Stephen_Hawking). Diprediksi akan meninggal dua tahun setelah memasuki usia 21 akibat penyakit saraf motorik, ternyata Hawking panjang umur sampai tua, bahkan dapat memberikan kuliah umum meski mengalami kelumpuhan total dan hanya berbicara di kursi roda dengan kondisi tubuh dan kepala yang ditopang akibat “lumpuh layu”.

Meski usia hidup seseorang adalah garis ketetapan Allah SWT, namun pendapat para ahli tentang peran vital rangsangan atas otak manusia yang harus dipacu terus menerus dengan kegiatan mengkaji dan berpikir, menulis – bahkan setelah pensiun – menjadi hal yang diyakini benar. Prof Dr Dawam Raharjo yang penulis tahu, pun menjalani masa tua dengan terus berpikir, mengkaji dan menulis meski matanya sudah mengalami rabun akibat penyakit gula yang diderita. Prof Dawam bahkan mengetik dengan mata yang dekat dengan screen laptop/Komputer, dan terus menulis.

Jadi, jangan main-main dengan daya hidup. Dorongan untuk bertahan dari kemusnahan total akibat invasi Jerman Nazi lah yang menyebabkan 7,5 juta tentara Soviet berhasil memukul mundur 5 juta lebih pasukan Jerman plus negara-negara sekutu Jerman di Eropa yang menyerbu Soviet secepat kilat pada Operasi Barbarossa pada 1941. Pun Indonesia merdeka setelah 3,5 abad dijajah Belanda, adalah dorongan dari daya hidup untuk menjadi bangsa yang berdaulat.

Dorongan daya hidup, harus terus menerus ditiupkan, dimotivasi, diajarkan dalam setiap pertemuan komunitas-komunitas kecil, sedang dan besar. Terlihat pada promosi dan campaign pada komunitas MLM bisnis berjejaring yang sempat menjamur. Kesemuanya mempraktikkan dorongan masif spirit daya hidup, terus menerus ditiupkan dalam setiap even jumpa komunitas.

Demikian pula kiranya dengan daya hidup dalam menemukan elan vital dari kerja-kerja kebudayaan untuk menghidupkan kembali marwah literasi bangsa dan kemauan menulis dari anak bangsa. Semoga Tuhan meridhoi…

Yogyakarta, 05 Oktober 2021

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This