Dalam Cengkeraman Shadow Economy

by | Feb 7, 2023 | Ekonomi/UMKM, Essai

Oleh : Yudhie Haryono

Tuan-tuan yang baik, kurekomendasikan pada kalian untuk membaca dan mengoleksi Tetralogi karya Tere Liye, yaitu Negeri Para Bedebah, Negeri Di Ujung Tanduk, Pulang dan Pergi. Empat novel ini bicara oligarki, kartel dan kleptokrasi bernuansa predatorik dan oligopolik di republik.

Isi luasnya adalah kisah fiksi shadow economy di republik tetangga. Siapa itu Tere Liye? Ia belum sebesar Pramoedya Ananta Toer. Tapi, dari tangannya lahir puluhan novel bagus sehingga ia pasti penulis berbakat di tanah air yang luar biasa.

Tere Liye sendiri diambil dari bahasa India yang berarti untukmu. Ia salah satu penulis yang telah banyak menelurkan karya-karya best seller. Cari dan koleksilah. Kirimi kami pendapat kalian. Segera.

Jika itu sudah tuan-tuan lakukan, aku akan memuliakan kalian seperti sikap embun pagi pada tetumbuhan jika waktumu menyembuhkan sunyiku. Aku akan memartabatkan kalian seperti posisi kursi meja pada ratu dan raja jika jiwa ragamu mengobati lukaku kini.

Kawan-kawan, ingin rasanya aku merebah. Di atas bokong-bokong yang indah. Menghentikan segala perih. Membuang pedih. Singkirkan resah. Buang gelisah. Sebab cintaku seluas langit cerah. Tapi, kalian tancapkan bilah. Pecah.

Saat pecah, hati gelisah dan pikiran resah. Tahulah kita bahwa pada mulanya adalah uang. Pada akhirnya adalah senjata. Pada hulunya angka. Pada hilirnya nyawa. Inilah episode narkoba, prostitusi dan judi di Indonesia.

Bagaimana kisah narkoba ini menjadi pemain utama dari shadow economic yang membentuk shadow state? Inilah jejak tengahnya.

Begini ontologinya. Narkoba itu diharamkan semua agama dan dikutuk oleh banyak negara. So, jikalau ia bertahan, tentulah karena dua hal: kaum bersenjata dan begundalnya. Tidak ada narkoba tanpa senjata. Bukan sembarang senjata melainkan senjata para perwira dan atasannya. Tidak ada senjata tanpa begundalnya. Bukan sembarang begundal sebab mereka banyak berkantor di istana negara tetangga.

Karena itu, Troels Vester, Manajer Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengatakan jumlah pengguna narkoba di Indonesia terus meningkat selama 5-10 tahun terakhir. “Rata-rata ada peningkatan 10 persen per tahun (3 Maret 2015).”

Penyebabnya adalah faktor permintaan dan pasokan yang saling terkait, plus para bandar yang terhubung dengan lingkar kekuasaan istana. Menurut Vester, permintaan narkoba di Indonesia terus naik tajam. Apalagi, Indonesia kini bisa memproduksi sendiri narkotika jenis amfetamin. Itu terbukti dari penemuan 200 pabrik di dalam negeri.

Vester mengingatkan bahwa narkoba sudah menjadi kejahatan terencana, terstruktur, masif dan terorganisir di Tanah Air. Diperkirakan Indonesia punya produksi amfetamin senilai lebih dari US$ 1 miliar (setara Rp 13 triliun). Tentu, ini bisnis yang sangat menguntungkan bagi produsen barang haram. Bahkan satu resepnya ada yang seharga 60 juta.

Tentu saja, masalah narkoba adalah fenomena gunung es. Sebab, laporan BNN menyebut, setiap satu penangkapan, ada 10 tersangka narkoba yang lolos. Jumlah temuan narkoba pun melonjak terus menerus. Sebelumnya selama tiga tahun, total barang bukti sabu-sabu hanya 2,1 metrik ton. Namun pada 2014, hanya dalam satu tahun, barang bukti mendekati jumlah 1,5 metrik ton.

Selain itu, jumlah peningkatan kasus dan tersangka narkoba makin meluas. Tahun 2000, kasus dan tersangka narkoba kisarannya 3-4 ribu orang. Sedangkan setelah 2013 jumlahnya menjadi 21-28 ribu. Tahun 2014-2016 sekitar 100 ribu.

Dengan nilai bisnis putar sekitar 400 Triliun/tahun dan tak pernah bayar pajak (masuk APBN) maka bisnis ini telah mengkreasi shadow state (negara bayangan) yang sebelumnya hanya shadow economic. Karenanya, ada wilayah, ada agensi, ada ideologi, ada roadmap, ada target dan ada kedaulatan yang ditopang kuat senjata.

Korbannya, kita semua. Jadi, jika tiba-tiba kita saksikan berdiri bangunan mewah di sepanjang pantai, ribuan gerai di Jakarta, ribuan supermart di kota-kota serta pusat-pusat belanja, kesehatan (rumah sakit) serta universitas-universitas plus lapangan golf maka dipastikan sumber modalnya dari bisnis narkoba plus prostitusi serta judi. Sebab perbankan kita nalarnya belum sampai ke situ.

Perbankan kita masih tertatih di simpan pinjam klasik, purba dan jahiliyah. Maka, jika ada satu dua singkapan kasus narkoba, itu hanya drama. Penutup dari kasus besar yang sedang terjadi. Ingat reklamasi, ingat proyek infrastruktur, ingat kontrak karya SDA, ingat kurs, tax amnesty, utang luar negeri dll. yang lebih dahsyat nilai rampokannya.

Perang besar itu adalah pada rebutan jaringan dan persiapan Pilpres 2024. Pemainnya pasukan coklat, pasukan doreng dan gerombolan kuning. Ingat, sentripetal dan sentrifugal istana akan menentukan kuasa kursi berikutnya. Uang, kursi, sex dan jeneng menjadi bumbu sedap siapa saja.

Jika kalian telah menyembah uang dan angka, kalian akan buat senjata. Dan, dengan senjata itu, kalian bisa apa saja. Nyawa pun tiada artinya. Sampai lupa bahwa itu hanya bagian kecil dari orkestra. Neo-kolonial berwajah neo-kompeni yang destruktif dan menyiksa. Maka, tanah merdeka gagal bahagia. Malah jadi surga narkoba.

Ingat, neo-libralisme (lokal maupun asing) hidup kekal di bumi manusia ini karena dua hal: pengetahuan dan agensi. Karena itu, mereka butuh pengetahuan yang memadai tentang rakyat jajahan untuk melanggengkan kekuasaannya plus butuh rakyat pengkhianat yang mau jadi budaknya (agensi).

Pertanyaan menariknya adalah, “Bagaimana memberantasnya jika pengetahuan dan agensi neoliberalisme ada di istana negara tetangga?” Entahlah.(*)

Baca Juga

0 Comments

  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This