Cukup Tiga Permen Satu Gelas Air

Dec 5, 2021 | Cerpen

Hari itu banyak tugas yang harus kuselesaikan. Badanku terasa lelah tidak seperti hari-hari bisanya.. Yang lebih terasa lagi leher ini terasa kencang dan berat karena berhari-hari bergelut dengan laptop. Biasalah hari-hari menjelang kegiatan penilaian akhir semester.

Perlahan kucoba beranjak dari tempat dudukku untuk menghilangkan kepenatan menuju ke kantin sekolah yang berjubel dengan siswa yang sedang jajan, yah wajarlah hampir seribu siswa sementara hanya ada 4 kantin yang tersedia.

Sambil berjalan aku membayangkan kalau sekolah ini hanya ada satu atau dua kantin, besar semacam cafetaria, 2 kantin yang bisa menampung siswa dalam jumlah besar untuk kebutuhan makan dan minum siswa pada saat jam istirahat.

Masih terngiang apa yang disampaikan kepala sekolah saat rapat dinas satu minggu yang lalu, ”Saya ingin sekolah ini hanya punya satu kantin, yang dibesarkan dengan sistem saham dari bapak ibu guru,“ kata bapak KS. Spontan saya ingat saat diklat di SMPN 1 Cluring, saat di SMP Bustanul Makmur, saat di SMK Banyuwangi, kantin yang begitu indah dan nyaman serta tertata rapi dengan petugas kolaborasi dari walimurid, guru dan siswa. Terbayang di pikiranku, pastilah suasana sekolah ini akan berubah.

Belum tuntas aku melamun, mendadak terperanjat ketika ada suara dengan nada cukup sopan menyapaku, “Permisi bu, saya mau ambil permen,“

“Oh maaf, silahkan,” balasku seraya menggeser toples yang berisi permen tepat di depannya.

“Kok hanya 3,”

“Iya bu cukup, ini sama air, mari bu,“ jawab dia sambil buru-buru keluar kantin yang sudah hampir sepi siswa yang sedang jajan. Spontan aku menarik tangannya, “tunggu, berapa uang sakumu setiap hari?”tanyaku sambil tertawa untuk menghindarkan rasa merendahkan.Tapi agak terkejut ketika dia mau menjawab pertanyaanku.

“Seribu bu,“ katanya sambil menunduk dan bergegas berlari meninggalkan aku yang masih tertegun berdiri. Aku berpikir, hari gini anak laki-laki, ganteng dan berpenampilan bersih dan rapi, dengan uang saku hanya seribu rupiah. Aku gak habis pikir. Tak percaya.

Sedangkan kulirik di kanan kiri dia, hampir setiap siswa membawa minuman dari kulkas seperti sprite, cocacola, juice dan lain-lain serta minimal snack-snack dengan harga lumayan untuk sekelas anak SMP.
“Setiap hari dia jajannya ya hanya 3 permen dan 1 gelas air bu, itu yang saya amati selama hampir enam bulan saya bertugas di kantin ini,” kata bu Aan dengan wajah agak aneh.

Tiba-tiba bel masuk berbunyi, aku bergegas menuju kantor guru.dan aku gak habis pikir kenapa bu Aan tadi wajahnya aneh saat mengatakan itu.Tentulah itu seperti sebuah PR baru untukku.

Entah sudah kali yang keberapa aku melihat dia keluar dari kantin dengan permen dan satu air gelas ditangannya. Aku baru tahu yang sebenarnya bahwa yang dikatakan ibu kantin itu benar.

Aku mulai berjalan menuju kelas, dan aku kaget juga ketika melihat siswa yang baru bertemu di kantin sekolah itu masuk ke salah satu kelas yang kebetulan aku tidak mengajarnya sedang mengambil laptop dari tangan guru yang sedang menuju kelasnya.

“Mana pak saya bantu,” itu yang saya dengar.

“Anak yang baik,“ kataku dalam hati. Bergegas aku menuju kelas.

Keesokan harinya aku sengaja ingin lebih awal menuju kantin saat istirahat tiba,
Entah mengapa aku ingin bertemu dengan siswa itu, namun sampai waktu istirahat hampir habis, siswa itu tak kunjung muncul, dan saat aku ingin menanyakan pada petugas kantin tiba-tiba ada suara, “Bu…”, sambil menganggukkan kepalanya. Tanpa bicara bu Aan langsung menyodorkan 1 gelas air dan 3 permen sudah diambilnya dari toples.

Aku kaget sekali dan spontan aku menarik tangannya.

“Tunggu, siapa namamu?” kataku sambil tersenyum.

“Sandy bu,“

“Kelas berapa?“

“Saya kelas 8 A bu,”

“Sudah sarapan?”

“Sudah bu, saya selalu sarapan, sebab saya sangunya gak banyak, adik saya 2 sekolah semua, jadi saya harus berbagi,” katanya sambil tersenyum.

“Bapak ibu bekerja apa?“

“Buruh tani bu,” jawabnya sambil bergegas keluar.

Aku baru puas mendapatkan jawaban itu.

Sejak itu aku sering mengikuti kegiatannya sehari-hari di sekolah. Tanpa sadar kekagumanku semakin bertambah ketika aku sering mengetahui bahwa dia adalah salah satu pengurus OSIS dan siswa yang aktif dalam kegiatan pramuka.

Hari telah berganti, beberapa tahun telah berlalu.Saat itu aku sedang belanja rutin bulanan di Indomaret tidak jauh dari rumahku. Kulihat ke beberapa keranjang belanjaku sudah penuh dan catatan belanja yang berisi catatan bahan-bahan yang harus kubeli sudah semuanya kucoret, berarti sudah terbeli semuanya. Segera kutarik keranjang belanja bersama anakku ke depan kasir.

Tiba-tiba di sebelahku terdengar suara menyapa dengan nada yang lembut sambil menyalamiku. Akupun membalas salamnya dengan biasa saja walaupun aku sempat meliriknya dan penuh tanda tanya, siapa orang itu?. Dia berseragam atasan putih dengan celana putih. Sepertinya dia ingin bicara, namun kasir memanggilnya.

Kugunakan kesempatan itu untuk mengambil beberapa belanjaan yang tertinggal di luar catatanku. “Dimana ya letak snack cendol mini kegemaran si Garong?” bisikku pada Anggi anakku. Tengok sana tengok sini. Karena tidak kutemukan, aku bergegas ke kasir karena ada 4 keranjang penuh yang harus kubayar.

Betapa terperanjatnya aku setelah di depan kasir aku tidak melihat 4 keranjang yang sudah kuantrikan, dan sontak aku bertanya dengan setengah berteriak, “lho mana keranjang belanja saya mbak? Begitu juga anak saya. Yang terbayang olehku, waktu yang hampir sejam aku habiskan untuk memenuhi rencana belanjaku. Dengan degup jantung yang sedikit keras, aku mendekati kasir. Belum aku mengulangi pertanyaanku tiba-tiba seorang kasir mendekatiku dan berbisik kepadaku sambil tersenyum, “ini belanjaan ibu.“

“Lho kan belum….,“ jawabku agak kaget.

“Ini ada titipan dari mas yang tadi menyapa ibu…” kata kasir itu sambil menyodorkan kertas kecil.

“Gimana maksudnya ?” aku masih sedikit bingung.

“Barang belanjaan ibu sudah dibayar lunas, dan sepertinya dia sangat terburu-buru.”

Aku diam terpaku, kulirik ada dua baris kalimat di kertas kecil yang sedang kupegang dengan gemetar,” Ya Allah, itukah siswa yang menjadi idolaku, siswa yang membuat aku penasaran sehingga aku suka dan slalu mengikuti kegiatan sehari-harinya saat di sekolah?”

Tiba-tiba terjatuh air mata di pipiku, saat kubaca, “Cukup 3 permen dan 1 gelas air bu.”

Ya Allah, rupanya dia seorang dokter,

Bukan ini yang kuinginkan, bukan ini harapan gurumu. Aku hanya ingin mendengar bahwa engkau telah sukses meraih cita-cita.

Jujur,… Dulu pernah aku berbisik dalam hati mendoakanmu, “Semoga kamu menjadi orang sukses,” Ternyata sukses itu milik orang yang tekun dan sabar berjuang sepertimu.

Sukses anakku!!!

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This