“Apakah kau tahu ada iblis di sisimu?”
Lelakiku tertawa, benar-benar tertawa. Aku tidak pernah mendengar tawa seperti tertawanya, tidak seperti tawa pejabat yang dibuat-buat, atau tawa sesaat saat kau mendengar lelucon atau melihat kekonyolan teman. Tawanya seperti tawa anak kecil, hanya saja tawanya membuat seluruh tubuhku ingin tertawa, benar-benar seperti ada yang hilang dari tubuh dan dadaku saat mendengarnya tertawa. Aku melihat iblisnya ikut tertawa dan menghilang saat lelakiku tertawa. Dan untuk pertawa kalinya aku tertawa, tanpa lagu-lagu iblis di tubuhku dan di dunia.
“Aku melihat sesuatu” Lelakiku mengucapkan sesuatu sambil menaikkan alis matanya dan menatapku. “Aku tidak tahu apakah sesuatu itu iblis atau malaikat”.
Dalam hati aku berkata “oh” dan merasa ingin tertawa menyadari kenyataan bahwa akulah satu satunya makhluk yang ada di sisinya. Dan meskipun aku sering disebut malaikat penyelamat oleh banyak laki-laki, tapi aku merasa malaikat lelakiku lebih malaikat daripada malaikat laki-laki lain.
“Oh” aku hanya bisa berkata oh dan menikmati kecanggungan yang tak ingin kuakhiri. Ia tak bicara dan aku masih memikirkan apa maksud sepatah kata yang diucapkan iblisnya padaku. Aku sering menghayalkan aku bercakap-cakap dengan Tuhan, dengan malaikat dan iblis, tapi aku sama sekali tidak menyangka kata yang pertama kali kudengar dari seorang iblis adalah “Coklat”. Apakah itu berarti si iblis menunjukkan kehebatnnya mengetahui warna pakaian dalamku, ataukah itu warna aura tubuhku, hingga aku menyadari aku membawa sepotong coklat seorang dari banyak laki-lakiku. Tanpa sadar aku mengeluarkan coklat dari dalam tas kecilku dan menyodorkannya pada lelakiku.
“Kamu suka coklat?”
Dan kembali aku melihat lelakiku tertawa dengan tawa sempurna. Setelah terkejut dan sedetik menatapnya dengan heran, aku mulai tersenyum dan mulai ikut tertawa, entah apa yang aku tertawakan, aku hanya merasakan kepalaku telah kehilangan semua logika dan kendali atas tubuhku, mungkin saja aku mentertawakan aku yang telah ditipu oleh iblis lelakiku, mungkin aku tertawa karena tidak ada lagu-lagu iblis di tubuhku, mungkin aku hanya tertawa karena tidak tahu kenapa ia tertawa.
“Kenapa tertawa?” Aku bertanya untuk melihat apakah ia juga akan menertawakan pertanyaanku. Dan dia benar-benar tertawa dengan lebih tawa mendengar pertanyaanku. Aku tersenyum lebar karena sudah mampu menduganya dan dengan gaya sedikit berlebihan aku menggigit coklatku lalu menyodorkannya pada lelakiku. Ia berhenti tertawa saat menggigit coklatku, meskipun aku bisa melihat seringai senyumnya dari telinga ke telinga, tapi setidaknya ia berhenti tertawa. Dan aku melihat iblis lelakiku di sudut mataku, iblisku sendiri hanya bisa menyanyikan lagunya di tubuhku, seolah ingin melindungiku dari sesuatu yang asing. Aku bisa merasakan ketakutan iblisku dan baru kali ini aku tahu iblis bisa merasa takut, mungkin iblis sama seperti manusia, takut pada hal-hal yang tidak mereka mengerti dan aku tidak bisa memikirkan hal lain yang tidak diketahui iblis selain cinta. Aku menatap mata lelakiku, dan ia menatap mataku. Aku tidak tahu apa itu cinta, tapi aku juga tidak tahu apa yang membuat seorang laki-laki dan seorang wanita yang tidak saling kenal saling menatap mata sambil bergantian menggigit sebatang coklat, bisa saja ini cinta, bisa saja ini cinta yang bukan cinta. Tapi aku rasa ini cinta yang lebih cinta dari cinta, karena iblisku dan iblisnya tak mampu mengganggunya.
0 Comments