Detak pada titik-titik hari perlahan selimuti puisi yang berangsur lepas dari bingkainya.
Beranjak aku dari kasur, merangkak, meraba-raba damai yang runtuh satu demi satu.
Di ruang tamu, aku temukan pecahan mimpi yang berkeliaran.
‘Sebut. Sebutlah namaku, mimpi. Ucapkan bahwa aku berhak memimpikan dirinya.’
Linglungku tak diasuh, membangun petak tanda tanya, akhir dari sebuah kalimat jumpa.
Jendela depan terbuka, sesudah pekat bulan hilang dari peredaran.
Gagang panjang pintu kesendirian, membekukan pangkal jariku.
Dan titik-titik lemah dari hari, menyuluh aku cicipi buramnya .
Waktu. Waktulah yang sudah lucuti aku tanpa kuasa. Indra pun lepas bersama riak detak dari pelik usia.
Dan jangan tanyakan padaku perihal pagi.
Sebab aku sembujung dalam lampu yang mulai lindap di kamar.
Pandanwangi, 2021
0 Comments