Bunga dan Kartu Pos

Aug 4, 2023 | Cerpen

(Cerpen Untuk Seseorang)

Berdering. Bunyi terasa menusuk kalbu. Perih dan pedih. Sebab itu panggilan pengingat, bahwa waktu tambahan umurku diperpanjang. Sesuatu yang aku tak harapkan. Benderang.

Ratusan purnama air mataku berlinang bergalon-galon. Sakit sekali rasanya kehilangan dua orang tercinta dalam waktu tak begitu lama. Ditinggal ayahku yang sakit menua dan ditinggalkan kekasih dengan warisan dua balita, rasa-rasanya aku sekarat tak kuat. Berat. Berat, kalian takkan kuat.

Sudah 35 tahun kuantri mati. Mendoa hanya itu. Pinta mukjizat, mau ngintip surga. Ingin tahu bidadari-bidadari di sana. Seperti kamu yang tiba-tiba nyangkut di langit teknologi terkini. Hey, kamu. Tiba saatnya kita saling bicara, saling bercinta. Setelah sepuluh abad tidak bertemu. Tidak menyangka.

Di lauhul mahfud, engkaulah sayap-sayap berkahku. Tak percaya? Ini buktinya.

Padahal di aku ada kamu. Di kamu ada aku. Bidadari seribu ceria yang ajak bicara tentang perasaan yang kian menyiksa, yang membuat harap. Cetak ingatan. Tentang rindu yang menggebu, yang tidak tak terukur. Gelora ingin menjilati bokong dan payudara. Tentang cinta yang tak terungkap saat dulu, yang tertulis di lontar-lontar tua. Tak terbaca.

Sudah terlalu lama kita berdiam, menekuni sisa kehidupan yang makin tidak menarik. Banjir begundal. Bahtera KKN jadi tradisi. Kita menangis terus. Tenggelam dalam resah gelisah yang tak terendam. Terkapar sepi. Terpapar virus buatan jahil penjajah. Pilu tak mampu memenuhi mimpi-mimpi malam kita. Sebab orang-orang yang kita tuduh baik, ternyata jahat biadab juga.

Tuhan. Duhai Tuhanku. Sesembahanku, lepaskanlah nyawaku. Seperti ia yang melepaskan perasaannya padaku. Seperti hilangnya kerinduannya padaku. Tuhan, hantu, hutan. Apa lagi yang Tuhan mau? Memberinya untukku. Menjadi kekasih terhebat. Atau apalagi ini? Samar? Iya, sangat samar.

Kasih, di mana kini seluruh cintamu yang riang buat berkembang? Saat ini hanya ada aku dan dirimu. Apa tersesat di keabadian? Ditoleransi dan keyakinan. Duhai kekasih, mari gandengan tangan dan berdendang. Jika sang waktu bisa kita hentikan agar segala mimpi-mimpi jadi kenyataan, agar meleburkan semua batas, agar antara kau dan aku menyatu. Menerima takdir.

Via bincang dan riang agar meruang mewaktu. Tokoh hidup tinggal sebentar. Aku ingin senyum menulis buku di sampingmu. Aku ingin ceria menulis prosa di belakangmu. Sambil melukis tetekmu yang kenyalnya mengalahkan getuk goreng Sokaraja. Atau bagaimana mimpi-mimpimu. 

Tapi, jika maumu adalah seperti kartu pos, yang datang hanya kasih kabar, ya takdir itu berarti berulang. Atau jika maumu menjadi bunga peradaban, kugosok telapak tangan semoga tersemogakan. Aamitabha. Halelujah.(*)

Yudhie Haryono

Baca Juga

0 Comments
  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This