Buihh.. berbuih, tetesan buih di sudut bibir
Menetes tak terasa, buih jatuh ke tanah
Pada tanah ku bertanya, apakah buih bisa merubahmu menjadi raga
Buih, tak akan berbentuk raga, roh sukmanya mengalirinya
Buih tetap buih, terlalu buih untuk menjadi air surga
Lebih baik menjadi remah daripada menjadi buih yang terus berbuih dan membusa
Menghantam karang pun hanya mampu terhempas… tak mampu menerjang…
Di pantai dan pelabuhan bahkan lenyap tak bersisa…
Buih, terlalu rapuh ‘tuk jadi mantra
Ia hanya pengiring gelombang
Tak jadi rapalan
Buih memang putih
Seolah bersih
Namun tak jarang itu hanya tipuan
Buih putih pudar hilang tak tentu
Buih ingin menggumpal menguat
Tapi buih tak kan jadi bongkahan es
Buih hanya ikuti irama air
Lalu surut menyurut dan hilang, entah ke mana
Meski ribuan buih membentur batu karang, ia tak kan luntur
Meski terkadang pesona batu karang memecah buih melebur ke dalam lautan, ia kembali dan kembali
Bersatu dengan lautan menyeruak bibir pantai dan menemukanmu tergugu di sana, sendiri
Biarkan … biarkan ia tergugu di sana, jangan kau usik
Biarkan ia menyelami dirinya
Bahwa ada cerita untuknya
Ada barisan bait terilhami atasnya
Mungkin buih ingin berpeluk dengan lautan,
Mungkin buih ingin bercanda dengan deburan
Biarkan ia bertasbih atas takdirnya
Siapakah yang mampu melawan buih yang selalu bergandengan
Menjadikan satu kekuatan yang tak akan mampu dipisahkan
Menjadi satu ikatan akan membenturkan siapa saja yang menghadang
Kekuatan teruji, terpatri terpaut semua urat nadi
Menjadi kekuatan jati diri, selama seisi perut bumi
Buih akan kembali hadir
Seiring dengan datangnya riak
Riak bergelegar membuat bising dan ketakutan
Menghancurkan hati yang tak tunduk pada Sang Illahi
Bising riak adalah melodi yang juga diciptakan Illahi
Dengarkan dan resapi
Pilah dengan hati
Walau buih terlahir kembali
Sekuat apapun buih memintaku pergi
Aku tak peduli !!!
Tetap kuikuti naluri
Juga kata hati
Buih… silahkan terus berbuih… sampai mati pun, aku tidak peduli!
0 Comments