Mempelajari dan memahami asal muasal kemajuan dunia bisnis China sekarang jauh lebih penting daripada mengkhawatirkan ekspansi dan ancaman negeri naga tersebut, begitu pula dengan ancaman atas bangkitnya negeri tersebut menjadi negara adidaya ekonomi. Ada strategi perang yang menyebutkan bahwa “untuk menang, hendaknya kita paham bagaimana musuh”. Lebih baik belajar walau harus ke negeri China, belajar, dan menang. Gelisah tidak menentu dan tidak tahu harus berbuat apa hanya menghasilkan kekalahan.
Terlepas fakta bahwa saat ini persaingan global Amerika Serikat (AS) versus China masih dalam kerangka perang dingin, namun masalah krusial bagi negeri kita saat ini adalah mempelajari dan memahami perubahan apa saja yang sedang berlangsung, pergerakan ekonomi seperti apa yang sedang terjadi, dan satu lagi yang bahkan paling penting, bagaimana masyarakat China itu sendiri ber-evolusi secara bertahap.
Pemerintah China memang otoriter, semua orang tahu itu. Namun kalau kita baca berbagai bahan pustaka maupun mencermati pemberitaan dari berbagai media, China berhasil menjadi besar, kaya dan tumbuh-berkembang. Sekaligus membuktikan bahwa negara berpenduduk 1,3 miliar tersebut memegang kendali.
Di sinilah peran unik kaum wirausahawan China memainkan peran besar. Seperti ditulis Edward Tse dalam bukunya bertajuk “China’s Disruptors”, kunci sukses Cina adalah saling terhubungnya secara harmonis antara negara, perusahaan dan manusianya. Kekuatan para wirausahawan tersebut, demikian tutur Edwars Tse, adalah kelihaian beradaptasi, dalam menyusun strategi sekaligus eksekusi bagaimana melakukannya.
Para pebisnis China, tidak seperti kita yang memandang berbisnis hanya untuk making money, para wirausahawan China begitu memasuki kancah bisnis memiliki agenda utama: Memilih industri mana yang harus mereka masuki. Strategi dan langkah apa yang harus ditempuh, serta teknologi apa yang harus dikembangkan.
Pertama, jelas nampak bahwa para wirausahawan China mematuhi betul arahan skema 4 Program Modernisasi Deng Xioping pada awal pemerintahannya yaitu: Pertanian, Industri, Ilmu Pengetahuan, dan Pertahanan harus nyambung satu sama lain. Kebijakan bisnis para wirausahawan dari awal untuk menyatukan industri dan teknologi, menggambarkan betapa dunia usaha memandang industri dan IPTEK bersenyawa.
Kedua, oleh sebab eratnya kaitan industri dan |PTEK dalam dunia usaha, para wirausaha harus selalu mencari cara baru, variasi baru untuk menambah ragam produk, dan kesempatan baru. Dengan demikian, para pengusaha dikondisikan oleh negara sebagai inovator dulu, baru pedagang. Bisnis harus berbasis industri.
Apa yang bisa kita tarik dari success story China? Sejak reformasi ekonomi yang diluncurkan Deng Xioping pada akhir 1970-an, Deng tanpa kata-kata melakukan strategi menhidupkan sifat psikologis kolektif bangsa Cina: Dorongan dalam berinovasi dan keberanian mengambil resiko. Melalui inovasi dan keberanian mengambil resiko, bukan saja mendayagunakan sumbedaya ekonominya, melainkan juga sumberdaya geografi dan kependudukannya.
Selain menghidupkan watak inovatif pengusaha mendahului bisnisnya, pada saat yang sama negara secara visioner dan terintegrasi melakukan investasi jangka panjang di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi dan penelitian. Inilah fondasi yang dibangun negara untuk menjadikannya negara paling inovatif dalam dua dekade ke depan.
Inovasi dan Kreasi Dulu, Baru Bisnis
Siapa saja orang-orang kreatif, imajinatif dan terkadang unik dan aneh, yang menjadi kekuatan penggerak keberhasilan perekonomian China saat ini? Saatnya kita berkenalan dengan mereka, entah nantinya jadi mitra atau pesaing, kita lihat saja nanti.
- Jack Ma, pendiri kerajaan bisnis Alibaba Group, yang menguasai pasar e-commerce dn pembayaran elektronik di China. Penawaran Umum perdana Alibaba pada 2014 senilai 25 miliar dolar AS atau Rp330 triliun, hingga saat ini adalah yang terbesar di dunia.
- Pony Ma, pemilik Tencent, perusahaan yang berlokasi di Shenzen, yang mendominasi dunia permainan daring (game online) dan pesan singkat di Cina, kini menjadi rival utama Alibaba dalam urusan e-commerce.
- Robin Li, pendiri dan penemu perusahaan mesin pencarian (search engine) dan jejaring sosial, Baidu. Bersama Alibaba dan Tencent merupakan trio perusahaan internet milik Cina yang paling menonjol.
- Ren Zhenfei, pendiri Huawei, eksportir swasta terbesar China dan salah satu manufaktur telepon genggam dan peralatan jaringan telekomunikasi telepon genggam dan peralatan jaringan telekomunikasi rumah terbesar di dunia.
- Yang Yuanqing, sebagai direktur utama Lenovo, berhasil membangun perusahaan tersebut menjadi penjual nomor satu dunia dalam hal komputer personal dan berada di 5 besar sebagai penjual ponser pintar.
- Lei Jun, wirausaha yang bergerak di beragam bidang, salah satu bisnis terbarunya adalah Xiaomi, yang menjadikan China sebagai pasar ponsel pintar elektronik dan menjadi rival utama bagi Samsung. Ia menggunakan teknik inovatif urun-daya (crowd sourcing) untuk menentukan arah dari pengembangan produknya dan menjualnya dengan nyali sama sekali tidak mengeluarkan biaya marketing.
- Li Shufu, pendiri Geely Auto, perusahaan produsen mobil China paling sukses, dan sudah diakui sebagai salah satu produsen otomotif global paling menonjol. Terutama setelah mengambil alih Volvo pada 2011.
- Zhang Ruimin, pendiri dan motor penggerak perusahaan pabrik lemari es (kulkas) bernama Haier. Bermula sebagai pabrik lemari es yang berlokasi di Qingdao, saat ini Haier merupakan perusahaan mesin cuci, pendingin ruangan dan lemari es, dan peralatan rumah tangga lainnya. Dengan perolehan keuntungan sekitar Rp23 triliun dan dengan pendapatan sekitar Rp390 triliun, saat ini sudah berhasil mengungguli angka yang diraih pesaingnya dari AS yaitu Whirl-pool dan Elektrolux dari Eropa.
- Chen Haibin, pemilik serangkaian laboratorium medis yang kemudian menjadi perusahaan swasta pionir. Terlibat dalam perbaikan standar pada sistem layanan kesehatan.
- Wang Jinbo, sejak mendirikan Noah Wealth Management pada 2005, berhasil mengumpulkan sekitar 50 ribu orang terkaya China dan menjadikan perusahaan yang didirikannya sebagai perusahaan pengelola kekayaan nomor satu di China.
- Yu Gang, pernah menjabat direktur Dell, yang sekarang punya supermarket daring, Yihaodian, pendapatan per tahunnya melonjak mencapai Rp26 triliun hanya dalam 5 tahun. Dan sekarang Yu Gang berhasil mengubah cara masyarakat perkotaan Cina memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Rahasia Kekuatan Sosialisme China Menjinakkan Konglomerasi Bisnis
Salah satu rahasia China tetap mempertahankan sosialisme berwatak China di tengah kuatnya kaum wirausaha sebagai motor penggerak ekonomi nasional China, yang jadi penentu aturan main adalah hukum dan regulasi negara.
Dan aturan main itu ditentukan oleh hukum dan regulasi, bukan kongkalingkong antar oknum pejabat dan oknum pebisnis. Sehingga kesepakatan antara dunia usaha dan negara, sepenuhnya institusional dan kelembagaan.
Yang membatalkan kesepakatan itu ketika oknum pejabat atau oknum pebisnis melanggar aturan main berupa hukum dan regulasi tersebut. Bukan ketika ganti pejabat lalu ganti kroni pebisnis seperti di negeri kita sejak era Pak Harto hingga era Jokowi.
Kalau di negeri ini bukan hukum dan regulasi, tapi siapa penguasanya. Waktu Pak Harto, Liem Sioe Liong. Waktu awal reformasi Mochtar Riadi, waktu zaman Jokowi lain lagi.
Kongkalingkong oknum pejabat dan oknum pebisnis inilah, yang justru membuat negara jadi alat kapitalis dan penjajah, karena dalam setting ini oknum pejabat merupakan komprador atau agen proksi kapitalis asing maupun konglomerat lokal perpanjangan kepentingan kapitalis asing. Di China, settingnya tetap menempatkan negara sebagai penentu dan regulator, tetapi tidak boleh jadi pemain.
Hendrajit
Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute dan Wartawan Senior
0 Comments