Bagai angin kami datang menyapa riuh kotamu, bersama derasnya hujan pada gelap petang. Ada sambutan hangat yang segera merapat. Senyum mengembang tetap nampak di balik maskermu. Bersama kedua tangan terulur menjabat tangan kami. Hidangan lezat hangat kau sajikan sesuai pilihan yang kau tawarkan. Lalu sejenak kami hanyut dalam cerita tentang masa kecil, di antara suap demi suap sop buntut hangat yang kami santap. Tawa kami sesekali pecah mengingat betapa lugu dan lucunya kami di masa lalu, ketika belum ada yang namanya handphone. Ketika hanya ada RRI dan TVRI di rumah-rumah kami, di masa itu.
Selesai bersantap dan bercerita penuh tawa, kami putuskan untuk menikmati malam di kota yang terkenal dengan angkring dan kain batiknya itu. Suasana masih ramai meski waktu mulai beranjak larut. Bau tanah sisa hujan tadi sore masih kuat menggelitik lubang-lubang hidung kami. Memberi sensasi aroma yang dapat mencipta rindu. Tanah-tanah basah menyapa alas kaki kami. Puas dengan jalan-jalan untuk sekedar jeprat-jepret, kami kembali memuaskan perut dengan panasnya segelas kopi, teh, dan susu tape. Tentu kudapan khas angkringan tak ketinggalan berlomba mengisi ruang di perut kami. Bukan sekedar untuk memenuhi perut tentu, namun kebersamaan menjadi moment yang penting bagi kami.
Menjelang tengah malam, kami kembali ke rumahmu. Lalu bersiap menikmati nyamannya tempat untuk merangkai mimpi. Bahkan bagiku, berada di sini pun bagai mimpi. Ketika sebagian masih lelap dalam penjelajahan di alam bawah sadar, aku sudah harus kembali pulang. Kenapa? Bukan karena tak sudi bersama dalam kebersamaan, namun karena tugas yang telah menanti.
Ya.. bagai mimpi yang belum usai semalam, keberadaanku di rumahmu.
Solo, 18 Desember 2021
0 Comments