Andai Kemesraan Itu Ada

by | Oct 11, 2021 | Pojok

Teringat pelukan dan kecupan manis dengan desah tanpa kata di telinga. Begitu mesra dan terus terasa kehangatannya meski waktu sudah berlalu. Meski banyak tangis dan marah yang juga dilalui, tetapi cinta, sayang, dan rindu tidak pernah bisa pudar apalagi dihindari. Indahnya pesona bercinta, dambaan setiap insan manusia.

“Sayang, sudah sarapan belum? Vitamin? Jamu?!”

“Vitamin dan jamu sudah. Makan belum, masih malas”.

“Nanti sakit, loh. Masuk angin”.

“Ya nanti. Baru pesan kopi”.

“Jangan lupa, yah!”

“Iya”.

Barangkali terkesan sekedar basa-basi atau lebay, padahal perhatian dan komunikasi sangat penting untuk menjaga keharmonisan di dalam berpasangan. Tidak perlu harus selalu serius dan “muluk-muluk atau berlebihan”, justru yang “kecil dan remeh temeh” ini yang seringkali dilupakan.

Kesibukan masing-masing membuat lupa pentingnya menjaga “KITA”. Aku dan kamu, aku dan aku, jauh lebih prioritas sehingga kebersamaan itu pun semakin lama semakin pudar. Hidup bersama menjadi sekedar “serumah” tapi seperti orang kos saja. Makan bersama dan bicara bercerita tidak dilakukan, masing-masing sibuk dengan dunia sendiri-sendiri.

Sampai kemudian rasa bersalah muncul, diiringi ketakutan-ketakutan, dengan kecurigaan yang tidak lagi bisa dibendung karena “terlalu sendiri-sendiri”. Tuduhan mulai digencarkan dan akhirnya jadi saling tuduh, sungguh membuat tidak nyaman. Diam dijadikan solusi agar tidak ribut, dianggap mampu menyelesaikan masalah. Hingga pada akhirnya meledak tidak karuan, dan sudah terlambat untuk membangun kembali. Waktu berlalu terlalu cepat.

Persis sama dengan apa yang terjadi di negeri tercinta saat ini. Waktu yang sudah berlalu cepat membuat sulit untuk bisa kembali duduk bersama, bicara, berdiskusi, dan bermusyawarah. Masing-masing sudah bersikukuh dengan pendirian sendiri-sendiri, tidak ada “KITA”, yang ada hanya “Aku” dan “Kami”. Bahkan untuk koordinasi saja sulit, lebih asyik saling tuduh dan menunjuk jari. Kepentingan rakyat dan bersama hanya alasan saja untuk membenarkan pemikiran dan perilaku, tidak ada bedanya dengan pasangan yang menggunakan alasan “anak” untuk kepentingan mereka sendiri. Dusta dan kemunafikan tetap terurai, sabar pun untuk menghadapi yang salah, bukan untuk menghadapi kebenaran.

Andai di negeri ini semua mau kembali bermesraan, penuh dengan cinta, sayang, dan rindu. Menghapus segala perbedaan dengan benar memprioritaskan kepentingan bersama dan rakyat, tentunya berbeda. Indonesia negeri yang dibangun dengan keragaman budaya, agama, bahasa, suku dan sebagainya, yang paling beragam di dunia. Tidak mungkin bisa bersatu bila hanya mengedepankan perbedaan.

Diskusi dan musyawarah yang membutuhkan jiwa besar dan kerendahan hati, bukan sekedar voting lalu ribut karena tidak sepaham, hanya berdasarkan menang dan kalah suara, tentunya tidak mudah tetapi bisa dilakukan bila memang mau dan sungguh-sungguh dilakukan. Kebanyakan alasan justru membuat semua menjadi tidak bahagia dan terus terjebak dalam masalah tanpa akhir, tanpa solusi.

Hanya berandai-andai saja sekaligus mengingat kemesraan yang dirindukan semua insan. Andai…

8 Oktober 2021

Baca Juga

0 Comments

  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This