Alam belantara negeri nuswantara dengan nama Indonesia. Dalam satu ikatan sejumlah 17.466 Pulau, antara pulau yang satu dengan yang lainnya tersekat adanya air laut yang memisahkan, sungguhlah sangat luar biasa dan istimewanya terlintas pada garis katulistiwa. Terdapat dua musim yakni musim panas dan musim hujan, dengan berbagai aneka jenis tumbuhan, hewan tak terhitung jumlahnya. Kayanya negeri nuswantara Indonesia berjajar dari ujung timur sampai ujung barat.
Dengan luasnya wilayah nuswantara serta berbagai suku, agama dan beragam budaya, serta sumber daya alamnya, menjadikan negeri nuswantara bagaikan “surga dunia”. Menjadikannya obyek lirikan mata dunia untuk menginjakkan kakinya di bumi pertiwi, dan adanya kehendak menggaris, memetak, tentunya ingin dalam genggamannya.
Apakah sebagai tuan rumah tidak sayang sejuta sayang, melihat negeri bagaikan surga, atas kehendak Allah SWT memberikan kelimpahan hidayahNya untuk umatNya yang tiada tara. Lihatlah, dengan sejernih hati tinjauan pada sisi dalam bumi, sisi di atas bumi, sisi dalam laut, dan sisi dirgantara dan segalanya yang ada, serba tidak kekurangan dan kehabisan sepanjang tidak hancur dan murkanya alam atas kehendakNya.
Untuk siapakah alam yang dipijaknya? Tentunya tidak dipungkiri dengan kasat mata dalam pikiran yang terang benderang bagaikan cakrawala pendar raya. Apakah untuk orang lain yang tidak berhak ingin merenggutnya dari Anak-anak Emas Negeri seraya hati terbelah, teriris pedang tajam berulang-ulang menggoresnya, jatuhlah serpihan butiran air mata deras dari mata suci, menetes berhamburan di bentala Bumi Pertiwi yang dipijaknya dari garis keturunan tidak pernah putus saling mengikat sepanjang lingkaran sabuk pengikat.
Anak Emas Negeri memanggilmu, Indonesia, menangis tersedu-sedu, jeritan halus hatinya tidak terbendung, lantunan suara di belahan bibirnya hilang seraya tidak mampu dan tidak sanggup bergetar sedikitpun, memanggil “Bapak, Bapak, Bapak” mana tongkat suci yang engkau genggam sesungguhnya dan sejatinya sejati untuk anak emas bumi pertiwi?
Kehancuran, kerusakan silih berganti menghantam Anak-anak Emas Negeri memanggilmu, Indonesia, tidak terputus sampai tahun ganjil angka di belakang, akan mengurai bergugurnya jiwa dan raga, seperti gugurnya daun dan bunga yang terikat kuat dan tumpuhan batu kerikil padat dan keras, di mana airpun tidak berhak menyiraminya, kematian membahana di seluruh negeri, roh sukma nyawa terbang meliuk-liuk meninggalkan jasadnya.
Panggilan suara Anak-anak Emas Negeri memanggilmu, Indonesia, sudah tidak terdengar di kedua lubang telinga. Kedua lubang telinga tertutup dan tergembok kuat, matanya sudah juling dan tidak mampu melihat dengan jelas dan jernih, jemari menggenggam keras tidak mampu terbuka, dirasa sakit dan disembunyikan, alangkah tragis dan berpura-pura mati suri namun sesungguhnya mati.
Kondisi riil terpaan musibah melingkar seluruh negeri, paling dasyat wabah virus “covid19” yang hingga saat ini korban terpapar dan sembuh, tersusul terpapar baru disetiap harinya serta diwarnai meninggal dunia pada setiap saat. Selain itu juga Gempa Bumi diikuti Tsunami terjadi 26 Desember 2004 merenggut korban meninggal dunia dan korban hilang sekitar 167 ribu orang, yang membawa korban bergelimpangan maupun meninggal dunia, tidak terhitung jumlahnya dalam kasat mata, tidak terhitung jelas berapa sesungguhnya. Keadaan sangat pahit telah mewarnai dan memberi pelajaran berulang-ulang bagi manusia di atas bumi pertiwi.
Tangisan, jeritan membara, membahana dan berkumandang terbawa angin ke segala penjuru dan arah, melihat musibah besar menghempas menarik sukma manusia. Jasad bergelimpangan, tatapan kosong, hampa tidak bisa berbuat apa-apa beragam jasad manusia, sifat manusia, segala usia, harta semuanya tidak berarti apa-apa. Kekuatan, kuasa manusia sekuat baja hanya tatapan kosong, runtuh nyalinya, meleleh urat nadinya, bagaikan kain yang sudah bertahun-tahun dipakai dibuang, diletakkan di sudut pojok rumah kena hujan dan panas berlama-lama dengan sebutan “Gombal Mukiyo”.
Anak-anak Emas Negeri memanggilmu, Indonesia, dia membutuhkan perhatianmu, membutuhkan perlindunganmu, membutuhkan kasih sayangmu, membutuhkan uluran tangan dan hatimu, membutuhkan engkau angkat harkat dan derajatnya. Segala hal yang membangkitkan dan mendorong bangkit dan bangkit setulus hati atas peninggalan nenek moyang yang mendahului mengisi bumi pertiwi yang menjaga, mempertahankan, memperjuangkan sebelum generasimu. Apalagi yang engkau pikirkan tongkat untuk menjaganya, siapa yang menganggu singkirkan dengan tongkat kuasa dalam genggamanmu.
Anak-anak Emas Negeri memanggilmu, Indonesia, dia menangis tersedu-sedu, ingin bangkit tatkala nantinya berkesinambung meneruskan perjuangan para leluhur, para pejuang,. Perjuangan masa permasamu, engkaulah tentunya habis tidak mampu bangkit dan reinkarnasi kembali. Apakah masih ada jiwa-jiwa terbangun dengan sepenuh pemikiran dan hati dalam satu ikatan jiwa dari pengisi bumi pertiwi, kehormatan, kesucian, garis tegak lurus menjulang ke langit, berada dalam tangan-tanganmu semua?
Menetes air mata bagaikan tersengat dari sambaran halilintar, tersengat cahaya besar yang menyebar, terasa merontokkan sirkukasi air dalam jasad, kembalilah Indonesia jatidiri bangsa dan negeri ini, menanti yang sebenarnya sejati Indonesia. Anak-anak Emas Negeri memanggilmu, Indonesia, segeralah bangkit berbalik rangkullah, peluklah dan beri kasih sayang setulus hati anak-anakmu yang sedang menanti “Bapaknya” yang sesungguhnya, yang mengangkat derajat dan martabatnya dengan sepenuh jiwa raganya.
28 Juli 2021
0 Comments