Akar Masalah Kemunduran Demokrasi Indonesia

by | Feb 7, 2023 | Essai

Red

Prof. Dr. Didik J Rachbini, Pendiri Continuum Big Data Center, menjelaskan hasil data crawling Continuum Big Data Center, dalam Diskusi Publik Continuum Big Data Center dengan tajuk “Dinamika Politik Menuju 2024, Apa Kata Big Data?”

Menurutnya, terdapat lima masalah politik yang mampu membuat demokrasi Indonesia masuk jurang, antaranya 1) Perpanjangan masa jabatan kepala desa; 2) Ide penundaan pemilihan umum; 3) Kredibilitas KPU; 4) Politik dinasti yang bercampur dengan oligarki; 5) Kemunduran demokrasi. Majalah Tempo bahkan menyitir bahwa masih ada akrobat politik atau upaya tertentu untuk menggiring perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Ancaman demokrasi Indonesia untuk masuk ke jurang itu diperkuat dengan poin tentang perpanjangan masa jabatan kepala desa diperkuat oleh para pendengung (buzzer). 

Demokrasi intinya adalah kekuasaan yang berbagi dan kekuasaan yang dibatasi.

“Karena itu di negara demokrasi maju seperti Amerika Serikat ada pembatasan hanya dua periode menjabat bagi presiden terpilih. Namun, wacana tidak ada pembatasan masa jabatan alias seumur hidup telah menjadi hal yang menyebabkan Sukarno dan Suharto “masuk jurang”. Usulan perpanjangan jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun adalah kolusi melawan tatanan demokrasi dan melawan adab demokrasi,” jelas Pendiri Continuum itu.

Usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa itu membuat rakyat di desa menjadi terancam akan tindasan oligarki di tingkat desa. Selama ini desa sudah beriklim demokrasi yang bagus dengan pergantian jabatan lurah secara periodik melalui pemilihan demokratis di desa. Hasil dari trolling Big Data Continuum menemukan bahwa masyarakat menolak usulan perpanjangan masa jabatan lurah menjadi sembilan tahun.

Rekayasa para tokoh politik dalam hal kasus ide penundaan pemilu ini disampaikan dengan alasan pemerintahan yang dijalankan oleh presiden saat ini baik. Anasir-anasir tersebut hadir dalam sidang wakil rakyat yang ternyata di dalamnya berisi pengkhianatan terhadap konstitusi untuk melakukan perpanjangan masa jabatan presiden.

KPU menjadi ladang masalah transaksi kontrak untuk adu kekuatan masing-masing partai dalam mempengaruhi komisi. Lahirnya komisioner KPU menjadikan komisi tersebut diragukan independennya. Mereka, para komisioner, telah terikat dengan kontrak informal dari partai yang mengusung dan menimbulkan kontestasi kuasa di sana.

Problem politik dinasti di Indonesia bercampur dengan oligarki. Politik dinasti saat ini terjadi di perdesaan, sehingga rakyat kesulitan untuk mendapatkan praktik demokrasi yang sehat. Kekuasaan kelak diwariskan secara temurun oleh keluarga, diikuti dengan kepentingan bisnis. Maka dari itu, Prof. Dr. Didik menyampaikan bahwa sumber daya dan lain-lain menjadi patut untuk diawasi.

Demokrasi semakin mundur karena para politisi dan partai politik telah mengkhianati demokrasi. Padahal para aktor demokrasi itu mereka terpilih karena proses demokrasi.

“Mereka mempunyai watak otoriter dalam menjalankan praktik/amanat demokrasi dan banyak langkah anti demokrasi yang dilakukan. Hingga kemudian menekan dan menakut-nakuti rakyat dengan bantuan aparat (menangkapi pihak yang berseberangan pendapat), sesuai riset Syaiful Mujani. Jika pada 2014 tingkat ketakutan rakyat bicara politik hanya 16% maka pada 2021/2022 rate ketakutan telah naik menjadi 50%,” jelas Prof. Dr. Didik.

Dr. Wijayanto, Dewan Pakar Continuum, menjelaskan bahwa akar masalah dari kemunduran demokrasi terletak pada konsolidasi oligarki dan sekutunya yang cepat, pula organisasi masyarakat sipil yang semakin lemah dan terfragmentasi. Ia menyebutkan, perlunya pemantauan proses demokrasi dengan cara melakukan monitor percakapan publik.

Ben Anderson pernah menyatakan bahwa informasi yang benar dalam sebuah negara demokrasi merupakan oksigen bagi demokrasi. Karena melalui informasi yang benar itulah warganegara termasuk para politisi akan mengambil keputusan-keputusan politik. Tempat informasi paling cepat adalah di ruang-ruang publik.

Berdasarkan temuan Continuum data, maka isu politik yang menjadi top topik adalah isu Masa jabatan kepala desa dengan 42.581 percakapan di media sosial. Kedua, isu Penundaan Pemilu dengan 1.951 perbincangan. Ketiga, Kredibilitas KPU dengan 2.938 perbincangan. Keempat, Kemunduran demokrasi dengan 1,440 perbincangan. Kelima, isu Politik dinasti dengan 7,75 perbincangan.

“Secara umum perbincangan di ranah publik dihiasi oleh sentimen negatif sebesar 95,7%,dan dominasi oleh penolakan dan kritik masyarakat terkait perpanjangan masa jabatan kades dan lain-lain,” jelas Dewan Pakar Continuum tersebut.

“Isu perpanjangan masa jabatan Kepala desa menjadi topik paling dominan dengan 35,8% perbincangan dan publik tak pelak beranggapan bahwa isu perpanjangan masa jabatan Kades adalah kedok bagi wacana penundaan pemilu. Tokoh yang paling banyak disebut dalam isu penundaan pemilu adalah Muhaimin Iskandar dan Abdul Halim,” lanjutnya.

Presiden Jokowi menjadi sosok yang paling disorot publik terkait isu penundaan pemilu dengan angka 92,13% perbincangan. Kedua, Muhaimin Iskandar dengan angka 3,62%. Lalu Zulkifli Hasan dengan angka 3,35%. Terakhir, Mahfud MD dengan angka 0,72%.

Menurut Continuum data, isu penundaan pemilu dikaitkan dengan keinginan perpanjangan masa jabatan presiden. Akun Twitter @AnthonyBudiawan dan @ekoboy2 menjadi narator dominan dari kedua isu tersebut.

Pada masalah perpanjangan masa kepala desa, masyarakat menjadi sangsi dengan prestasi dengan masa jabatan yang panjang tersebut. Perbincangan terkait hal tersebut diklasifikasikan menjadi tiga topik yakni 1) Kedok tiga periode (38,8%); 2) Apa prestasi kepala desa (24,3%); 3) Sisanya membahas perpanjangan masa jabatan lurah dapat menyebabkan rusaknya demokrasi.

“Masalah Politik Dinasti juga disorot dengan temuan teratas, Dulu menolak tapi sekarang menyambut (44,9%), Politik dinasti membahayakan demokrasi (4,5%) dan Muncul karena Kaesang terjun ke politik (3,8%). Sosok yang paling sering dikaitkan dengan itu adalah Joko Widodo (2,70%), Kaesang (1,35%) dan Gibran (1,34%),” jelas Dr. Wijayanto.

Hasil verifikasi partai yang ganjil menurunkan kredibiltas KPU menjadi topik yang paling sering dibincangkan (37,2%). Masyarakat juga meminta Jokowi dan DKPP menindak tegas KPU dan jangan saling melindungi.

Baca Juga

0 Comments

  1. Kalau penulis kurang jujur dalam menyajikan karya tulus, pasti dan pasti akan menyesatkan. Maka catatlah sejarah sebagaimana adanya. Syukur2 bisa…

  2. Sangat menginspirasi dan menopang semangat

  3. Sangat inspirasi, membantu menumbuhkan motivasi dan penopang semangat

Pin It on Pinterest

Share This